Istilah 'Marjinal' pertama kali saya dengar dari seorang
kawan yang merupakan kakak tingkat saya di kampus. Dia sudah wisuda dan juga
merupakan slankers. Kalau tidak salah, kalimatnya yang mengungkit tentang
marjinal adalah seperti ini. "Aku tidak PD jika harus berpakaian rapi,
tapi anehnya aku malah lebih PD jika berpakaian seperti ini, slengean dan tidak
rapi. Pakaian ini melambangkan kaum marjinal, dan aku sangat bangga memakainya."
Definisi Operasional Marjinal
Dalam pikiran, aku mulai bertanya-tanya tentang unknown word
yang baru kudengar itu. Sebagai seorang mahasiswa English Department yang telah
diajari tentang context (walaupun masih remidi :D) aku mencoba mengira-ngira
arti dari 'marjinal'. Dalam pikiranku saat itu mungkin marjinal adlh istilah
untuk orang-orang bawah atau disebut juga wong kere. Setelah beberapa lama, aku
kembali tertarik untuk mengetahui tentang marjinal ini. Pengertian diatas
adalah pengertian yang saya buat sendiri, atau bahasa kerennya disebut definisi
operasional.
Pengertian Marjinal
Sekarang mari kita bandingkan antara definisi operasional
tadi dengan definisi dari kamus dan beberapa sumber. Marjinal berasal dari
bahasa inggris 'marginal' yang berarti jumlah atau efek yang sangat kecil.
Artinya, marjinal adalah suatu kelompok yang jumlahnya sangat kecil atau bisa
juga diartikan sebagai kelompok pra-sejahtera. Marjinal juga identik dengan
masyarakat kecil atau kaum yang terpinggirkan.
Jadi kaum marjinal adalah masyarakat kelas bawah yang
terpinggirkan dari kehidupan masyarakat. contoh dari kaum marjinal antara lain
pengemis, pemulung, buruh, petani, dan orang-orang dengan penghasilan pas-pasan
atau bahkan kekurangan. Mereka ini adalah bagian tak terpisahkan dari negara
kita.
Derita Kaum Marjinal
Seperti halnya pada pengertian di atas, kaum marjinal
seringkali terpinggirkan dalam ranah sosial. Banyak sekali contoh yang
mengungkapkan penderitaan kaum marjinal yang diberikan oleh kalangan-kalangan
atas. Seorang pemulung pada siang hari menggotong putrinya yang berumur 3
tahun. Putrinya meninggal dunia akibat muntaber yang tidak diobati. Dibawa ke
rumah sakitpun percuma, yang didapat oleh si pemulung itu hanyalah surat
kwitansi pembayaran yang tidak sanggup ia bayar. Mengurusi pemakaman putrinya
juga tak mampu ia lakukan. Biaya untuk pemakaman ia tak punya.
Kisah tersebut bukan hal yang baru di kota-kota besar
seperti Jakarta. Pelayanan yang kurang memadai bagi kaum marjinal sudah menjadi
barang biasa di negeri ini. Kaum marjinal semakin melarat di perkotaan.
Katakanlah jika di desa mereka masih bisa hidup lebih baik karena konsep
persaudaraan di desa cukup terjaga (walaupun tidak semuanya seperti itu).
Kaum Marjinal adalah Seorang Petarung
Walaupun identik dengan derita seperti di atas, kaum
marjinal juga identik dengan kerja keras dan semangat tinggi. Katakanlah
seorang anak kecil yang harus berjuang untuk membiayai sekolahnya dengan
berjualan koran di pagi buta. Sementara pada sore hari ia harus membantu
ayahnya untuk mencari receh demi receh untuk membeli beras.
Seorang perempuan yang sedang hamil 5 bulan menjadi kernet
di salah satu angkutan umum. Dengan lihainya ia memanggil para penumpang dengan
kondisi tubuh yang tidak optimal. Pengamen jalanan yang tiap hari harus
berkutat dengan panasnya ibukota. Dengan bermodal tekad dan keberanian
menghadapi trantip yang siap meringkus mereka, para pengamen ini tetap
melantunkan suara mereka untuk mengumpulkan uang di plastik-plastik yang mereka
bawa.
Kaum Marjinal, tanggung jawab Kita
Paparan diatas adalah perjuangan kaum marjinal yang mungkin
seringkali kita mengabaikannya. Ada suatu kalimat dari Mother Terresa,pejuang
dan tokoh kemanusiaan dari Calcuta yang menarik untuk disimak.
"The poor,the marginalized and the ones who are not
counted, they exist because we create them. Especially by the superstructure
and then by me, by you, by all of us. Consequently, it is our responsibility to
help elevate them."
Artinya, kaum miskin, kaum marjinal, dan orang-orang yang
tidak diperhitungkan di masyarakat ada karena kitalah yang menciptakan mereka.
Terutama oleh struktur sosial, juga oleh saya, Anda dan kita semua. Sehingga,
kita mempunyai tanggung jawab untuk membantu dan mengangkat derajat mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar